Persoalan pendahuluan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Persoalan pendahuluan dalam hukum perdata internasional merupakan persoalan hukum perdata internasional yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum keluar putusan persoalan hukum perdata internasional yang menjadi pokok perkara. Menurut Prof. Cheshire, persoalan hukum perdata internasional memungkinkan tidak hanya mengenai persoalan utama, namun juga mengenai permasalahan yang mengikutinya.[1]

Persoalan pendahuluan perlu untuk diperhatikan karena merupakan suatu tatanan hukum perdata internasional yang paling tidak memungkinkan penyelesaian oleh hakim dalam masalah pokok, maupun pendahuluannya. Persoalan pendahuluan sebenarnya terletak pada dua pertanyaan, yang kemudian kemudian akan bercorong pada pokok persoalan.

  • Apakah permasalahan pendahuluan akan ditetapkan menjadi suatu sistem hukum yang berlaku?
  • Apakah permasalahan pendahuluan akan ditetapkan bedasarkan sistem hukum sebagai lex causae-nya?

Untuk menentukan apakah dalam suatu situasi adalah perkara hukum perdata internasional, diperlukan 3 persyaratan yang harus dipenuhi, yakni:[2]

  • Masalah utama yang dihadapi.
  • Masalah tambahan yang mengandung unsur asing, yang dapat timbul sebagai masalah Hukum Perdata Internasional secara terpisah.
  • Kaidah Hukum Perdata Internasional yang digunakan untuk menentukan lex causae bagi masalahah tambahan yang menghasilkan kesimpulan berbeda dari kesimpulan pada masalah utama.

Penyelesaian[sunting | sunting sumber]

Kemudian adapula cara-cara penyelesaian mengenai persoalan pendahuluan, yakni:[2]

  1. Absorption, yaitu mencari lex causae/penyebab untuk menentukan masalah utama terlebih dahulu, yang akan digunakan untuk menjawab persoalan pendahuluan. Setelah lex causae ditetapkan, kemudian lex fori ditetapkan. Hal ini akan menundukkan lex causae yang sama, dan disebut pula menyelesaikan masalah bedasarkan lex causae.
  2. Repartition, yaitu hakim harus menyelesaikan lex causae masalah pendahuluan secara khusus untuk masalah pendahuluan, dan tidak perlu menetapkan lex causae untuk masalah pokoknya terlebih dahulu, dengan mengabaikan sistem hukum yang merupakan lex causae.
  3. Pendekatanan per kasus, yaitu melihat persoalan sebagai sesuatu hal yang kasuisits dengan memperhatikan sifat, hakikat suatu perkara, dan kepentingan forum yang mengadili persoalan ini.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Fawcett, Jamse; Carruthers, Janeen M; Cheshire, G.C; North, P.M.; and Fawcett, J.J., Private International Law, Oxford University Press, Oxford, Edisi 14, 2008, hal. 51
  2. ^ a b Seto, Bayu. 2013. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional, hal: 156. Bandung  : PT Citra Aditya Bakti