Usman bin Yahya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Habib
Uthman bin Yahya
Habib Uthman
Nama asalعثمان بن يحيى
LahirUsman
1822 M
Pekojan, Batavia, Hindia Belanda
Meninggal1913 – 1822; umur -92–-91 tahun
Batavia, Hindia Belanda
MakamPondok Bambu
Nama lainHabib Usman bin Yahya
PekerjaanUlama, Mufti
Tempat kerjaHindia Belanda
Dikenal atasMufti Batavia
Karya terkenalberdakwah
GelarHabib
Orang tuaAbdullah bin Aqil bin Umar bin Yahya (ayah)
Aminah(ibu)

Usman bin Yahya, Utsman ibn Yahya atau Othman bin Yahya (Arab: عثمان بن يحيى , translit. ‘Uthmān bin Yahyā; pelafalan dalam bahasa Arab: [ʕuθma:n bin jɑħjɑ:] nama lengkap: (Arab: الحبيب عثمان بن عبد الله بن عقيل بن يحيى العلوي, translit. Sayyid ‘Uthmān ibn ‘Abdallāh ibn ‘Aqīl ibn Yaḥyā al-‘Alawī) ; 1822 Masehi/17 Rabi' al-awwal 1238 Hijriyah - 1913 M/21 Safar 1331 H) adalah Mufti Agung Batavia pada abad ke-19 di Hindia Belanda.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Habib Usman bin Yahya lahir di Pekojan, Batavia pada 1822 Masehi (17 Rabiul awal 1238 Hijriyah). Usman berasal dari keluarga Ba 'Alawi sada dengan ayahnya adalah Sayyid Abdullah bin Aqil bin Umar bin Yahya. Ibunya adalah Aminah, seorang putri dari Sheikh Mesir Abdurahman Al-Misri.[1]

Kontroversi[sunting | sunting sumber]

Habib Usman bin Abdullah bin Aqil bin Yahya Ba’alawi belajar agama di Ḥaḍramaut. Ia dibawa kembali ke Nusantara oleh Belanda untuk membantu pemerintah kolonial serta diangkat oleh penjajah belanda menjadi adviseur of honorair sampai meninggalnya. Ia pun mendapatkan bintang Salib Singa Belanda (Nederlandsch Liew) dan bekerja mendampingi Snouck Hurgronje sebagai penasehat pemerintah kolonial untuk urusan pribumi dan Arab yang kelak menjadi Kantor Penasehat urusan pribumi (Het Kantoor voor Inlandsche Zaken).[2]

Selain menjadi adviseur of honorair, ia juga menjabat sebagai mufti Batavia dan aktif dalam karya tulis keagamaan. Habib Usman telah menjadi bagian dari elemen pemerintah penjajah kolonial yang sering dimintai pertimbangan dan saran oleh Snouck Hurgronje dalam memberi masukan dan saran kepada pemerintah penjajah kolonial yang akhirnya menjadi sebuah kebijakan di Hindia Belanda. Habib Usman memberikan pertimbangan-pertimbangan khusus yang berbeda dari keadaan yang terjadi pada masyarakat pribumi pada umumnya.[3]

Sejumlah kontroversi menyelimuti Habib Usman. Bagi pemerintah penjajah kolonial ia merupakan sosok yang sangat dicintainya karena kontribusinya yang cukup besar bagi pemerintah penjajah kolonial. Namun sebaliknya bagi pejuang pribumi, Habib Usman dianggap sebagai pengkhianat. Diantara kebijakan kontroversi Habib Usman sebagai mufti Batavia saat itu, ia mengeluarkan fatwa haram dengan menyebutnya ghurur atas perjuangan pribumi melawan penjajah kolonial; perjuangan jamaah thoriqoh melawan penjajah di Banten. Fatwa Habib Usman dan surat Habib Usman kepada penjajah kolonial yang meminta untuk menghukum pejuang pribumi, membuat sejumlah tokoh-tokoh pejuang pribumi dihukum mati, termasuk sejumlah murid Syeikh KH. Abdul Karim. [4].[5]

Kematian sejumlah ulama Nusantara ini dinilai oleh penjajah merupakan kesuksesan Habib Usman bin Yahya dalam mengabdi terhadap penjajah Belanda, melalui fatwa dan laporan-laporannya kepada pemerintah kolonial. Oleh karena itu, mufti Batavia ini mendapat penghargaan dari pemerintah kolonial penjajah berupa lambang emas dengan simbol salib.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Syamsu As, Muhammad (1996). Ulama Pembawa Islam Di Indonesia Dan Sekitarnya. Seri Buku Sejarah Islam. 4 (edisi ke-2). Lentera. ISBN 978-9798880162. 
  2. ^ Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, 102,159,160
  3. ^ Athoillah, Ahmad (Oktober 2013). "Kritik Sayid Utsman bin Yahya terhadap Ideologi Jihad dalam Gerakan Sosial Islam Pada Abad 19 dan 20" (PDF) (edisi ke-Volume 13, Nomor 5). UGM Yogyakarta: Refleksi. hlm. 574. 
  4. ^ Noupal, Dr. Muhammad. "Kontroversi Tentang Sayyid Utsman Bin Yahya (1822-1914) Sebagai Penasehat Snouck Hurgronje". AICIS XII. 
  5. ^ Athoillah, Ahmad. "Kritik Sayid Utsman bin Yahya terhadap Ideologi Jihad dalam Gerakan Sosial Islam Pada Abad 19 dan 20".