Museum Ranggawarsita

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Museum Jawa Tengah Ranggawarsita
Peta
Didirikan5 Juli 1989
LokasiJl. Abdul Rahman Saleh No. 1 Kalibanteng Kulon Semarang, Jawa Tengah
JenisMuseum umum
Situs webhttps://ranggawarsitamuseum.id/

Museum Jawa Tengah Ranggawarsita atau dikenal sebagai Museum Ranggawarsita adalah museum umum yang terletak di Kota Semarang, Jawa Tengah. Museum ini dirintis pada 1975, tetapi pembangunannya baru terlaksana mulai tahun 1977. Biaya pembangunan museum ini menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Pada 1983, salah satu gedung pameran telah selesai dibangun. Hal tersebut diikuti dengan peresmian museum oleh Soepardjo Rustam, Gubernur Jawa Tengah kala itu. Enam tahun kemudian, dua gedung lainnya juga telah selesai dibangun. Peresmian dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Fuad Hassan pada tanggal 5 Juli 1989.

Museum Ranggawarsita memiliki koleksi sebanyak 59.810 buah yang terbagi dalam sepuluh jenis, yang dipamerkan di empat gedung serta satu ruang emas dan ruang audiovisual 3D. Perawatan koleksi juga dilakukan secara berkala dengan menyesuaikan bahan koleksinya. Misalnya, perawatan koleksi besi seperti keris menggunakan bahan alamiah dan bahan kimia. Bahan alamiah tersebut berupa jeruk nipis, sedangkan bahan kimianya berupa asam sitrat.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Ranggawarsita, pujangga dari Keraton Surakarta Hadiningrat.

Museum Ranggawarsita terletak di Kota Semarang, tepatnya di Jalan Abdul Rahman Saleh No. 1 Kalibanteng Kulon, Semarang.[1] Pembangunan museum ini mulai dirintis pada 1975 melalui projek rehabilitasi dan perluasan museum Jawa Tengah.[2][3][4] Namun, baru pada tahun 1977 pembangunannya mulai dilaksanakan secara bertahap.[2] Biaya pembangunan museum ini menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).[3] Pada 1983, salah satu ruang pameran tetap, yaitu gedung C telah selesai.[4] Atas perintah Gubernur Jawa Tengah saat itu, Soepardjo Rustam, museum ini dibuka untuk umum dan diresmikan olehnya pada tanggal 2 April 1983.[2]

Pada 5 Juli 1989, Museum Negeri Provinsi Jawa Tengah diresmikan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi JawaTengah oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Fuad Hassan, dengan Surat Keputusan tanggal 2 Desember 1987 Nomor: 0754/0/1987.[2] Pada saat itu pembangunan gedung A dan B sudah selesai.[4] Kemudian, tanggal 4 April 1990, terbit Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 0223/0/1990 tentang Penamaan Museum Negeri Provinsi Jawa Tengah “Ranggawarsita”.[2] Pembangunan gedung D selesai pada tahun 1991.[4] Pada 2002, museum ini mengalami perubahan nama dari Museum Negeri Provinsi Jawa Tengah Ranggawarsita menjadi Museum Jawa Tengah Ranggawarsita. Perubahan nama tersebut dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor: 01/2002 yang disertai tujuan baru yaitu membantu menyerap kegiatan budaya masyarakat Semarang dan sekitarnya.[3] Nama “Ranggawarsita” diambil dari nama seorang pujangga terakhir Keraton Surakarta Hadiningrat yaitu Raden Ngabehi Ranggawarsita.[5] Menurut buku Direktori Museum-Museum di Indonesia yang terbit pada 1994, Museum Ranggawarsita menempati lahan seluas kurang lebih 20.580 m², sedangkan luas bangunan 14.152 m².[2]

Bangunan dan koleksi[sunting | sunting sumber]

Jumlah koleksi yang ada di Museum Ranggawarsita sebanyak 59.810 buah yang terbagi dalam sepuluh jenis, yaitu geologi, biologi, arkeologi, filologi, historika, numismatika/heraldika, keramologika, teknologika, etnografika, dan seni rupa. Sementara, ruang pamer di museum ini dibagi menjadi empat gedung dengan dua lantai, satu ruang emas dan ruang audiovisual 3D.[5]

Gedung A[sunting | sunting sumber]

Lantai satu gedung A menyimpan wahana Geologi dan Geografi. Di wahana ini menampilkan beberapa jenis bebatuan yang terdapat dibumi, juga batu meteorit yang ditemukan di daerah Mojogedang, Karangayar pada 1984. Zaman dahulu, meteorit dipakai untuk campuran pamor keris. Selain bebatuan, terdapat informasi tentang pembagian zaman yang pernah ada di Bumi, beberapa koleksi mineral dan batu alam yang menarik, berbagai batu mulia hingga stalaktit dan stalagmit.[6]

Lantai dua gedung A, menyajikan wahana tentang Paleontologi, beberapa koleksi yang ada seperti fosil kayu, bebatuan dan masyarakat kuno juga tulang dan bagian-bagian hewan masa silam. Ada juga binatang langka yang diawetkan seperti bajing peluncur, babi hutan, kancil dan burung rajawali.[7]

Gedung B[sunting | sunting sumber]

Lantai satu berisikan peninggalan budaya dan kerajinan dari peradaban Hindu-Buddha, beberapa yang dipamerkan seperti Lingga dan Yoni, arca-arca, ketongan, kendi, cermin perunggu, patung dewa, candi-candi yang ada di Jawa Tengah. Menampilkan juga kebudayaan yang bercorak Islam seperti: miniatur Masjid Agung Demak dan Masjid Menara Kudus; fragmen seni hias; bahan terakota; replika kaligrafi; ornamen Masjid Mantingan Jepara; mustaka Masjid Mayong Jepara; dan salinan Al-Qur'an yang ditulis dengan tangan serta cerobong sumur dari Caruban Lasem.[8]

Lantai dua menyajikan wahana keramik dan batik. Dipamerkan berbagai jenis dan model keramik baik lokal maupun yang berasal dari Tiongkok dan Eropa. Tak lupa, macam-macam kerajinan gerabah dan cara pembuatannya diperlihatkan dengan model diorama atau patung. Di bagian batik, dipajang berbagai motif batik yang ada di Jawa Tengah seperti Surakarta, Pekalongan, Lasem dan Banyumasan.

Gedung C[sunting | sunting sumber]

Lantai satu terbagi atas ruang bersejarah perjuangan bersenjata yang terbagi lagi atas koleksi benda-benda yang dipakai ketika zaman pertempuran dan diorama perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan. Selain itu, ditampilkan pula diorama pertempuran-pertempuran yang pernah terjadi di Jawa Tengah dan Yogyakarta seperti Pertempuran Lima Hari Semarang, Peristiwa Palagan Ambarawa, Pemberontakan PKI di Cepu, Serangan Umum 1 Maret dan Gerakan Tritura.[9] Lantai dua terdapat ruang koleksi teknologi dan kerajinan tradisional, teknologi industri dan transportasi, serta beragam model kerajian rumahan.

Gedung D[sunting | sunting sumber]

Lantai satu memamerkan tentang pembangunan, numismatik, heraldik, tradisi Nusantara, ruang intisari dan hibah. Lantai dua terbagi atas ruang kesenian yang menampilkan koleksi benda dan peralatan kesenian yang dipisahkan menjadi seni pergelaran (berbagai pengetahuan yang menarik tentang wayang), seni pertunjukan (berbagai kesenian khas Jawa kuda lumping, barongan), dan seni musik.

Perawatan koleksi[sunting | sunting sumber]

Besi[sunting | sunting sumber]

Jeruk nipis digunakan untuk merawat koleksi dari besi di Museum Ranggawarsita.

Perawatan koleksi untuk media besi di Museum Ranggawarsita terutama keris menggunakan dua cara, yaitu dengan bahan alamiah dan bahan kimia. Bahan alamiah yang sering dipakai adalah jeruk nipis yang dicampur sabun colek.[10] Sementara itu, bahan kimia yang digunakan untuk koleksi besi adalah asam sitrat.[11] Selain perawatan dengan menggunakan dua bahan tersebut, keris juga diberi parfum atau minyak wangi supaya harum. Penggunaan parfum hanya secukupnya saja dan menghindari parfum yang kental seperti misik hitam karena membuat besi dan sarungnya menjadi lengket.[11]

Kain dan kertas[sunting | sunting sumber]

Untuk koleksi kain dan kertas, perawatan yang dilakukan adalah dengan melakukan kegiatan fumigasi. Fumigasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengasapi bahan pustaka dengan menggunakan uap atau gas peracun untuk membasmi serangga atau jamur yang menyerang. Kegiatan fumigasi dilakukan di sebuah ruangan tersendiri sehingga tidak membutuhkan banyak waktu. Biasanya memakan waktu satu minggu. Adapun obat yang digunakan untuk fumigasi yaitu timol dan etanol.[11]

Batu[sunting | sunting sumber]

Pembersihan koleksi media batu rutin dilakukan setahun sekali untuk koleksi yang ada di luar ruangan. Sementara, koleksi yang disimpan di dalam ruangan dibersihkan setiap tiga semester sekali atau 1,5 tahun sekali. Pembersihan juga dapat dilakukan menjelang momen-momen tertentu seperti ketika akan pameran. Biasanya, pembersihan dilakukan ketika memasuki akhir musim hujan. Hal ini karena sejumlah koleksi dari batu yang ditempatkan di ruang terbuka tersebut lumutnya akan semakin menebal ketika musim hujan, sehingga ketika musim hujan selesai lumut yang menempel di koleksi segera dibersihkan.[12]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Museum Jawa Tengah Ranggawarsita". Diakses tanggal 25 Mei 2024. 
  2. ^ a b c d e f Husni, dkk. 1994, hlm. 38.
  3. ^ a b c Rakhim & Witasari 2021, hlm. 192–193.
  4. ^ a b c d Griffiths 2012, hlm. 472.
  5. ^ a b "Profil". Museum Jawa Tengah Ranggawarsita. Diakses tanggal 25 Mei 2024. 
  6. ^ Seputar Semarang, diakses 7 Feb 2015
  7. ^ Museum Indonesia, diakses 7 Feb 2015
  8. ^ "Arkheologi, diakses 7 Feb 2015". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-28. Diakses tanggal 2015-02-07. 
  9. ^ Indonesia Travel, diakses 7 Feb 2015
  10. ^ Arfa 2020, hlm. 243.
  11. ^ a b c Arfa 2020, hlm. 244.
  12. ^ Arfa 2020, hlm. 245.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]